Jumat, 06 Juli 2012

Hachiko Makna Sebuah Kesetiaan, Kesabaran dan Perjuangan Cinta

Anjing adalah makhluk Allah yang bagi sebagian orang adalah binatang yang sangat menyenangkan dan dijadikan sebagai teman ataupun penunggu rumah. Namun anjing juga digambarkan sebagai sosok yang perlu dihindari karena air liur, air kencing dan kotorannya bagi umat Islam termasuk najiz Muholadhoh . Walopun demikian, pernah  dikisahkan ada seorang pelacur yang berusaha menyelamatkan nyawa seekor anak anjing yang terjebur ke dalam sumur dan dikatakan bahwa pelacur tadi masuk syurga karena telah  menyelamatkan nyawa seekor anak anjing. Artinya bahwa anjingpun makhluk yang mulia sebagaimana makhluk Allah lainnya. Dengan kata lain  tidak ada makhluk yang tidak mulia di mata Allah SWT, begitupun dengan manusia semuanya sama di hadapan Allah hanya tingkat keimanan yang membedakannya.
Hachiko nama seekor anjing yang sangat terkenal di Jepang
Akita adalah nama ras anjing asal daerah Akita, salah satu wilayah sebelah utara Jepang. Anjing jenis ini adalah tipe anjing penjaga dan pekerja bukan anjing mainan  (toy dog) Berpostur besar, berkarakter keras  dan  sangat mandiri atau independen  relatif susah untuk dilatih dan tidak aman untuk orang atau binatang peliharaan lain. Video Akita.
Namun  karena type anjing penjaga  maka  Akita  adalah type anjing sangat setia pada majikan. Akita akan melindungi  habis habisan semua anggota keluarga pemiliknya dari bayi sampai orang tua, tanpa perlu dilatih sama sekali
.  Entah sudah berapa kali kisah tentang Hachiko diceritakan namun aku ingin menulisnya sebagai penghargaanku akan arti sebuah kesetiaan, kesabaran  dan juga perjuangan untuk orang yang paling kita cintai. Tanpa mengurangi maknanya aku ingin menceritakannya melalui Blogg ini, sebagai ungkapan perasaan  jauh kedalaman hati  bahwa kesetiaan dan kesabaran bagai lautan lepas tanpa batas. Meskipun tidak mudah tapi berusaha untuk melewati lorong-lorong kehidupan yang terasa sunyi dan sepi demi perjumpaan dengan orang yang kita cintai. Mari ikuti ceritaku tentang "Hachiko Makna Sebuah Kesetiaan , Kesabaran dan Perjuangan Cinta" .
Hachiko meninggal pada Bulan Maret 1935 setelah menunggu tuannya hampir 10 tahun  di stasiun Shibuya, tempat di mana tuannya pergi dan dilihatnya  untuk terakhir kalinya. Karena kesetiaan dan kesabarannya menunggu tuannya yang sangat dicintainya, dia dijadikan ikon kesetiaan di negeri Sakura.

Saat itu musim dingin tengah melanda negeri Sakura atau Jepang, hampir semua bagian di alam terbuka tertutup oleh salju , baik  jalanan, atap bangunan dan pohon-pohon semuanya tertutup salju yang tebal. Udara sangat dingin dan serasa menusuk tulang hingga sebagian besar warga masyarakat enggan keluar rumah dan melakukan aktifitas hanya dalam rumah di dekat perapian  untuk menghangatkan badan.
Namun tidak demikian  dengan seorang laki-laki tua yang bernama Profesor Hidesamuro Ueno yang tinggal sendirian di Kota Shibuya  dengan ditemani seekor anjing yang diberi nama Hachiko. Hubungan anjing dan tuannya begitu akrab sehingga kemanapun Profesor Ueno pergi , Hachiko selalu mengantar dan mengiringinya. Ketika fajar menjelang dan pagi tiba, Hachiko dengan penuh gembira dan suka cita mengantar tuannya sampai ke stasiun kereta api karena Profesor Ueno mesti mengajar di Universitas dan berangkat menggunakan kereta api . Demikian yang dilakukan Hachiko setiap hari, dengan  setia menemani Profesor sampai Stasiun Shibuya dan di stasiun ini pula Hachiko menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Setiap Profesor Ueno pulang kembali dari mengajar dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di sudut stasiun tanpa mengenal lelah ataupun bosan.

Begitupun yang dilakukan pada suatu pagi dimusim dingins, sang Profesor berangkat mengajar ke kampus dengan diantar oleh Hachiko sampai di stasiun. Gambaran tentang seorang profesor yang sangat setia pada profesinya, meskipun udara sangat dingin tidak mengurungkan niatnya untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat beliau mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh rapuhnya tidak mengurangi semangat juangnya yang tinggi masih terlihat sebagai gambaran masa mudanya yang sangat bersahaja. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana , sama sekali tidak menyurutkan kesetiaannya untuk menemani tuannya  berangkat mengajar. Dengan menggunakan  jaket tebal dan payung untuk menghindari salju yang turun disertai hembusan angin yang dinginnya serasa merobek2 kulit, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya diteman.
Bunyi gemuruh mesin kereta api disertai suara peluit panjang memecah dinginnya pagi di Stasiun Shibuya menandakan kereta api siap berangkat menuju stasiun tujuan dan derit roda baja mengantar kepergian profesor Ueno, sementara Hachiko melepasnya dengan gonggongan ringan sambil memandangi kepergian tuannya sampai kereta hilang dari pandangannya.
Kegiatan Profesor Ueno selain jadwal mengajar di kampus  juga mempunyai  tugas lain melakukan penelitian di laboratorium. Oleh karena itu, setiap selesai mengajar mahasiswa, beliau  bersiap-siap memasuki lab untuk melanjutkan penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar melewati koridor kampus dan menerpa Profesor yang kebetulan berjalan menuju laboratorium. Secara mengejutkan tiba-tiba Profesor Ueno merasakan sesak nafas seperti ada himpitan keras di dadanya, selanjutnya seorang staf pengajar lain mendapati Profesor Ueno limbung dan pingsan. Tak berapa lama setelah di bawa ke Rumah Sakit, dokter yang memeriksa menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan usaha mereka untuk menyelamatkan Profesor sia-sia dan Profesor Ueno meninggal dunia. Berita meninggalnya Profesor segera disampaikan pada kerabat Profesor mereka datang ke kampus serta  memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya, tempat dimana beliau tinggal dengan belahan jiwanya Hachiko..... (menulis sambil menangis, hiks..hiks..)
Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya, tapi Hachiko tak bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan penuh gelisah. Dalam benaknya berkata, semestinya Profesor Ueno sudah kembali, tapi sampai kereta api yang biasa mengantar tuannya kembali  ke stasiun , tuannya tak kunjung datang. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon stasiun, Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya sambil tak jemu-jemu memandangi arah dimana kereta api akan muncul. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dan tersentuh akan kesetiaan anjing itu dengan mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahan hati Hachiko yang malang.
Hingga malam pun tiba, lalu lalang orang mulai berkurang dan satu persatu pergi meninggalkan stasiun . Stasiun semakin sepi sementara udara dingin malam di musim dingin semakin menusuk tulang tapi Hachiko masih meringkuk di pojokan stasiun menunggui tuannya kembali.  Sesekali Hachiko melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang dan kembali lagi. Hari terus berganti, sang profesor tak kunjung datang, namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali lagi hingga tubuhnya makin kurus.
Para pegawai stasiun kasihan melihat kondisi Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak kunjung kembali. Lalu mereka mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan sang profesor, sampai akhirnya mendapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia dan telah telah dimakamkan oleh kerabatnya di kampung halaman Profesor Ueno. Dengan hati-hati pegawai stasiun memberi tahu kepada Hachiko, kalau tuannya tak akan pernah kembali dan membujuknya supaya tidak usah menunggui tuannya lagi. Namun Hachiko tidak percaya dan tidak peduli, dia tetap menunggui  tuannya kembali dengan setia di tempat yang sama yaitu di Stasiun Shibuya tempat dimana  untuk terakhir kalinya Hachiko mengantar kepergian tuannya. Hachiko tetap menungu dan menunggu tuannya dengan sebuah  keyakinan bahwa tuannya pasti akan kembali kepadanya. Sampai akhirnya di pagi yang cerah, seorang petugas stasiun menemukan tubuh kurus Hachiko meringkuk  kaku  di  pojokan stasiun. Tersebarlah berita yang menyebar hampir seantero negeri tentang seekor anjing yang setia menunggu tuannya datang kembali  walaupun tuannya sudah meninggal. Selama 9 tahun lebih, Hachiko datang di  stasiun setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu  tuannya pulang mengajar. Kesetiaan, kesabaran dan penantian panjangnya untuk bertemu kembali dengan tuannya yang sangat dikasihi dan dicintai dibawa sampai mati.

Untuk mengenang kesetiaan anjing itu, warga masyarakat di situ, membuatkan sebuah patung di dekat stasiun Shibuya sebagai penghargaan atas kesetiaan kepada tuannya. Hachiko meninggal pada Bulan Maret 1935 setelah menunggu tuannya hampir 10 tahun  di stasiun Shibuya, tempat di mana tuannya pergi dan dilihat untuk terakhir kalinya. Karena kesetiaan dan kesabarannya menunggu tuannya yang sangat dicintainya, dia dijadikan ikon kesetiaan di negeri Sakura.  Begitu  tragis dan fenomenal sampai kisah tentang anjing Hachito  menarik perhatian produsen film dan diwujudkan dalam bentuk film yang diberi judul HACHI dan dimainkan oleh aktor ternama  Richard Gere yang terkenal dengan filmnya "Pretty Woman".
Demikianlah  kisah tentang Hachiko, semoga  membuka mata hati kita semuanya bahwa di dunia ini ada yang paling berharga dan tidak bisa tergantikan yaitu kesetiaan, kesabaran dan perjuangan untuk orang yang sangat kita cintai. Semoga kita  selalu mendapat bimbingan dan ridha dari Allah SWT untuk bisa dipertemukan dan dipersatukan dengan orang yang kita cintai....Amin YRA.